Ternate, intronusantara â Seorang tenaga pengajar Institut Agama Islam Negeri (IAIN) Ternate, Dr. Basaria, melalui Kantor Hukum MAK menyampaikan keberatan atas dugaan tindakan perundungan yang dialaminya secara berulang dari S alias Suratmi, yang merupakan pembeli rumahnya.
Pernyataan tersebut disampaikan Kantor Hukum MAK pada Jumat (5/12/2025) pukul 17.12 WIT di Ternate, Maluku Utara.
Kuasa hukum, Muhammad Abd Kadir, menjelaskan bahwa perjanjian jual beli merupakan perjanjian timbal balik, di mana kewajiban antara kedua pihak saling terkait.
Baca juga:
Penipuan Menggunakan Nama Wali Kota Ternate, Korban Gandeng Kantor Hukum MAK Tempuh Dua Jalur
âDalam perjanjian timbal balik, salah satu pihak tidak wajib memenuhi kewajibannya apabila pihak lain belum memenuhi kewajibannya terlebih dahulu. Ini disebut Exceptio Non Adimpleti Contractus,â ujar Muhammad Abd Kadir yang akrab disapa Mak.
Perbedaan Pemenuhan Prestasi
Menurut Mak, dalam transaksi jual beli antara Dr. Basaria dan S alias Suratmi terdapat dugaan cedera janji dari salah satu pihak, sehingga pihak lainnya menahan pemenuhan prestasi.
Ia menjelaskan, rumah Dr. Basaria awalnya ditawarkan Rp450 juta, kemudian ditawar menjadi Rp300 juta namun ditolak. Harga disepakati pada Rp350 juta dengan syarat tambahan bahwa Dr. Basaria diperbolehkan menempati satu kamar selama 3â4 bulan sambil menunggu proses kepindahan tugas ke Kabupaten Bone.
Baca juga:
Akun TikTok @avicenna7272 Dilaporkan Atas Dugaan Pencemaran Nama Baik Anggota DPRD Malut
“Syarat tambahan ini disepakati. Namun sekitar lima hari setelah uang diserahkan, dan di Jumat uang diberikan, Selasa Dr. Basaria diminta segera keluar dari kamar dan menginap di tempat keluarga di sinilah Exceptio Non Adimpleti Contractus terjadi,â jelas Mak.
Karena syarat tersebut tidak dipenuhi, Dr. Basaria kemudian meminta kompensasi.
âKarena diminta keluar lebih cepat, Dr. Basaria meminta tambahan Rp25 juta sebagai biaya pengganti tempat tinggal untuk 3â4 bulan,â terang Mak.
Alasan Dr. Basaria Meminta Tetap Menempati Satu Kamar
Menurut penjelasan yang disampaikan kepada Kantor Hukum MAK, permintaan tersebut bukan hanya kompensasi atas harga rumah yang turun menjadi Rp350 juta, tetapi juga terkait beberapa alasan:
Baca juga:
Skandal Tunjangan DPRD Malut: Eks Sekwan yang Kini Plt Kadis Dikbud Jadi Sorotan KejatiÂ
1. Untuk menyelesaikan proses administrasi jual beli yang belum tuntas, seperti balik nama sertifikat, listrik, dan air.
2. Sambil menunggu surat pindah tugas sebagai dosen ke Kabupaten Bone.
3. Membutuhkan waktu mengemas barang dagangan yang jumlahnya cukup banyak karena memiliki usaha pakaian.
Dr. Basaria resmi menunjuk Kantor Hukum MAK sejak 24 November 2025, dan menurut Mak, berbagai data serta bukti telah mereka kumpulkan.
Baca juga:
Operator Sekolah di Ternate Diduga Menghardik Jurnalis di Depan Umum
Dugaan Perundungan dan Tekanan
Mak mengungkapkan bahwa kliennya menerima tekanan dalam berbagai bentuk, mulai dari pesan WhatsApp, unggahan di media sosial, hingga pemberitaan yang dinilai tidak berimbang.
“Ada pula kantor hukum lain yang menyampaikan tuduhan tanpa mengedepankan asas praduga tak bersalah. Bahkan yang terbaru, S alias Suratmi melakukan siaran langsung di TikTok. Semua bukti telah kami simpan,â kata Mak.
Ia menyarankan agar pihak pembeli memahami teori pembuktian.
âJika menyatakan bahwa pembelian sudah tuntas, maka seharusnya tidak lagi meminta salinan KTP, buku nikah, dan dokumen lain kepada penjual. Fakta masih adanya permintaan dokumen menunjukkan bahwa prestasi belum sepenuhnya dipenuhi,â jelasnya.
Baca juga:
SMIT Desak Pembebasan 11 Warga Adat Maba Sangaji dan Hentikan Aktivitas PT Position di Maluku Utara
Mak menambahkan bahwa rumah telah ditempati pembeli sejak 2024, sehingga terdapat hal-hal yang masih harus dibuktikan.
“Terkait uang Rp25 juta, pembeli harus membuktikan sudah menyerahkannya sebelum membuat pernyataan di media, TikTok, atau bentuk lainnya,â tegas Mak.
Mak menegaskan bahwa apabila pihak pembeli tidak dapat menunjukkan bukti-buktinya, Dr. Basaria memiliki hak untuk menempuh jalur hukum.
âBaik pidana, UU ITE, maupun perdata. Bukti yang kami miliki sudah lebih dari cukup,â tutupnya.
(Yuda/Red)
