SeOPMI Haltim Tolak Kunjungan Wapres Gibran ke Halmahera Timur: “Kami Butuh Keadilan, Bukan Seremoni”

Ternate, intronusantara — Pengurus Sentral Organisasi Pelajar Mahasiswa Indonesia Halmahera Timur (SeOPMI Haltim) Maluku Utara menyatakan sikap menolak rencana kunjungan Wakil Presiden Republik Indonesia, Gibran Rakabuming Raka, ke Kabupaten Halmahera Timur.

Kunjungan tersebut di jadwalkan untuk meninjau proyek irigasi di Desa Akedaga, Kecamatan Wasile Timur, sebagaimana di sampaikan Bupati Halmahera Timur pada 9 Oktober 2025.

Menurut SeOPMI Haltim, kunjungan tersebut tidak mencerminkan kepedulian terhadap krisis struktural yang sedang di hadapi masyarakat Halmahera Timur.

Baca Juga:

Wapres Gibran Di jadwalkan Kunjungan Kerja ke Halmahera Timur, Mahasiswa Nyatakan Penolakan

SeOPMI ini menilai bahwa proyek irigasi yang di sebut sebagai bagian dari program strategis nasional untuk mendukung ketahanan pangan justru kehilangan makna di tengah kerusakan lingkungan dan konflik agraria yang belum terselesaikan.

“Ketahanan pangan dan kesejahteraan petani yang di gembar-gemborkan pemerintah justru tengah berada dalam ancaman serius,” tegas pernyataan resmi SeOPMI Haltim, Selasa (14/10/2025).

SeOPMI Haltim menyoroti peristiwa pencemaran saluran irigasi yang terjadi pada 13 April 2025 di wilayah Wasile Timur. Saluran irigasi tersebut merupakan sumber utama kehidupan petani, namun kini tercemar akibat aktivitas pertambangan di wilayah hulu sungai.

Hingga kini, tidak ada langkah tegas dari pemerintah daerah maupun pusat untuk menindak penyebab pencemaran tersebut.

Baca Juga:

Hentikan Operasi Ilegal PT Mining Abadi Indonesia di Wilayah Sagea-Kiya

Selain itu, organisasi ini juga menyoroti kasus penangkapan sebelas masyarakat adat Maba Sangaji pada 18 Mei 2025 oleh aparat Polda Maluku Utara.

Penangkapan itu terjadi ketika warga mempertahankan wilayah adat mereka dari ekspansi perusahaan tambang PT Position. Saat ini, kesebelas masyarakat adat tersebut masih ditahan di Rutan Kelas II Soasio, Kota Tidore.

“Ini adalah bentuk kriminalisasi terhadap masyarakat adat yang memperjuangkan ruang hidupnya. Negara lebih memilih melindungi kepentingan korporasi daripada rakyatnya sendiri,” tulis pernyataan itu.

SeOPMI Haltim menilai bahwa kehadiran Wakil Presiden di tengah situasi semacam ini hanya bersifat simbolik dan tidak menjawab persoalan mendasar masyarakat Halmahera Timur.

Kunjungan untuk meninjau proyek irigasi, kata mereka, menjadi ironi ketika irigasi yang ada justru tercemar dan tidak lagi dapat dimanfaatkan oleh petani.

Baca Juga:

Presiden Prabowo Gelar Pertemuan Bahas Stimulus Ekonomi dan Stabilitas Keuangan Naional

Organisasi ini menyatakan menolak kedatangan Wakil Presiden RI apabila tidak di sertai agenda penyelesaian konflik agraria, perlindungan masyarakat adat, dan pemulihan lingkungan. Mereka juga menuntut pembebasan 11 masyarakat adat Maba Sangaji tanpa syarat, penghentian aktivitas pertambangan yang merusak lingkungan, serta pelaksanaan audit lingkungan secara independen.

“Negara harus hadir untuk melindungi rakyat, bukan memperkuat dominasi korporasi atas ruang hidup masyarakat,” tegas SeOPMI Haltim.

Lebih lanjut, mereka menilai bahwa kedatangan Wakil Presiden tanpa menyentuh akar persoalan hanya akan memperpanjang praktik politik simbolik di daerah.

Menurut mereka, Halmahera Timur bukanlah panggung pencitraan, melainkan tanah yang sedang berteriak untuk di selamatkan dari kehancuran.

Baca Juga:

Atap Bocor, Aktivitas Belajar di Sekolah Terganggu

“Penolakan ini bukan reaksi spontan, melainkan bentuk perlawanan terhadap ketidakadilan yang terus di produksi oleh sistem politik dan ekonomi yang timpang,” tutup pernyataan tersebut.

“Kami tidak butuh seremoni, kami butuh keadilan ekologis dan jaminan atas ruang hidup kami.” pungkas mereka dalam pernyataan tersebut.

 

(Abi/Red)

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *