Morotai, intronusantara — Koalisi Mahasiswa dan Masyarakat Morotai mendesak Pemerintah Provinsi Maluku Utara untuk segera mengambil langkah tegas dalam menyelesaikan praktik penangkapan ikan ilegal (illegal fishing) di perairan Kabupaten Pulau Morotai.
Desakan ini muncul karena kapal-kapal penangkap tuna skala industri dinilai semakin merugikan nelayan lokal dan mengancam keberlanjutan potensi perikanan daerah.
Menurut Koalisi Mahasiswa dan Masyarakat bahwa mayoritas masyarakat di Kabupaten Pulau Morotai menggantungkan hidup dari sektor kelautan dan perikanan.
Baca juga:
Aliansi Desak Pemprov Tuntaskan Ruas Jalan Payahe–Dehepodo
Mereka menuturkan potensi perikanan itu, telah membuat pemerintah melalui Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP) membangun Sentra Kelautan dan Perikanan Terpadu (SKPT) untuk mengoptimalkan produksi perikanan tangkap, terutama tuna, di tiga Wilayah Pengelolaan Perikanan (WPP 715, 716, dan 717).
Berdasarkan Data Pemerintah Kabupaten Pulau Morotai peningkatan produksi ikan tuna, cakalang, dan tongkol (TCT) pada 2017–2021, produksi tuna tercatat 2.612 ton, cakalang 599,3 ton, dan tongkol 654,22 ton pada 2021.
“Kontribusi sektor perikanan ini juga menjadi salah satu penyumbang terbesar Pendapatan Asli Daerah (PAD),” ujar mereka dalam rilisan resmi yang diterimah Intronusantara.com, Rabu (10/11/2025).
Dalam keterangan tersebut, mereka menjelaskan bahwa belakangan ini ruang tangkap nelayan tradisional semakin terhimpit akibat kapal-kapal industri dari luar daerah, terutama asal Bitung dan Sulawesi Utara.
Baca juga:
Konflik Data dan Dugaan Penjualan Material Warnai Proyek Bantuan Rumah di Desa Yondeliu
“Para nelayan lokal terpaksa harus melaut lebih jauh hingga 40–60 mil, tetapi kalah bersaing dari segi peralatan dan teknologi,” tambahnya.
Mereka menilai sejumlah kapal industri tersebut diduga beroperasi tanpa izin resmi dari KKP, namun tetap diberi ruang oleh pemerintah daerah.
Selain merugikan nelayan, kata mereka, praktik penangkapan ikan ilegal ini telah melanggar Undang-Undang Nomor 45 Tahun 2009 tentang Perikanan, khususnya pasal 92, 93, 94, dan 94A yang mengatur sanksi bagi kapal yang menangkap atau mengangkut ikan tanpa dokumen perizinan seperti SIPI, SIUP, dan SIKPI.
Mereka juga menyoroti lemahnya pengawasan dari Polisi Air dan Udara (Polairud) yang dinilai belum optimal menjalankan fungsi pengawasan perairan.
Atas kondisi tersebut, Koalisi Mahasiswa dan Masyarakat Morotai menyampaikan enam tuntutan kepada Pemerintah Provinsi Maluku Utara:
Baca juga:
EK-LMID TERNATE Serukan Penghapusan Kekerasan terhadap Perempuan pada Momentum 16 HAKTP
1. Menindak dan menyelesaikan praktik penangkapan ikan ilegal di perairan Morotai.
2. Memberikan dukungan permodalan dan jaminan kesejahteraan bagi nelayan lokal Morotai.
3. Membentuk tim lintas wilayah untuk memperkuat pengawasan perairan Maluku Utara dari praktik illegal fishing.
4. Menolak rencana pembangunan pangkalan militer di Morotai.
5. Mendesak pembentukan panitia khusus (pansus) penyelesaian sengketa lahan antara TNI AU dan masyarakat Morotai.
6. Meminta Polda Maluku Utara segera mengungkap dugaan tindak pidana korupsi di BPKAD Kabupaten Pulau Morotai.
Mereka juga menambahkan bahwa pemerintah provinsi perlu hadir secara serius untuk menjamin keberlanjutan sektor perikanan serta melindungi hak-hak nelayan lokal sebagai penopang ekonomi daerah.
(Abi/Red)
