Kuasa Hukum Terdakwa Bantah Kekecewaan Korban atas Putusan PN Ternate

Ternate, Intronusantara — Kuasa hukum terdakwa dalam perkara pidana dengan putusan Nomor 141/Pid.B/2025/PN.Tte membantah pernyataan kuasa hukum korban yang menyebut adanya kekecewaan akibat ucapan selamat ulang tahun dari majelis hakim dan jaksa penuntut umum (JPU) kepada terdakwa saat sidang pembacaan putusan di Pengadilan Negeri Ternate.

Kuasa hukum terdakwa, Ahmad Hamzah, menilai pernyataan tersebut sebagai penggiringan opini yang tidak berdasar dan mengandung informasi keliru.

Menurutnya, sejumlah hal yang disampaikan kuasa hukum korban tidak sesuai dengan ketentuan hukum acara pidana.

Ia menjelaskan, agenda sidang pembacaan putusan dalam perkara pidana tidak diwajibkan untuk diberitahukan secara khusus kepada korban.

Baca juga:

Ucapan Selamat Ulang Tahun Hakim dan JPU kepada Terdakwa Picu Kekecewaan Korban di PN Ternate

Ketentuan tersebut, kata dia, tidak diatur sebagai kewajiban dalam KUHAP. Sidang pembacaan putusan merupakan sidang terbuka untuk umum sehingga siapa pun, termasuk korban, dapat menghadiri dan mengikuti jalannya persidangan.

“Jadwal persidangan dapat diakses oleh publik melalui Sistem Informasi Penelusuran Perkara (SIPP) yang tersedia di situs resmi Pengadilan Negeri Ternate,” ujar Ahmad, melalaui rilisan yang diterima media ini, Rabu (17/12/2025).

Ia menegaskan setelah putusan dibacakan, salinan putusan juga akan diunggah ke direktori putusan sehingga dapat diakses oleh masyarakat luas. Dan mekanisme tersebut, tidak ada proses yang ditutup-tutupi.

Terkait informasi mengenai vonis delapan bulan penjara yang beredar, kuasa hukum terdakwa menyebut hal tersebut tidak benar.

Baca juga:
Kuasa Hukum Penggugat Penipuan Miliaran Rupiah, Tergugat Tak Hadir di Sidang Pengadilan

Ia mempersilakan kepada pihak korban untuk mengakses langsung putusan resmi melalui laman Pengadilan Negeri Ternate guna mengetahui amar putusan yang sebenarnya.

Ia juga menjelaskan bahwa pertimbangan majelis hakim dalam menjatuhkan putusan didasarkan pada fakta-fakta hukum yang terungkap di persidangan. Salah satunya adalah adanya itikad baik dari terdakwa untuk mengembalikan uang secara bertahap.

“Dalam persidangan, terungkap bahwa terdakwa membawa dana sebesar Rp500 juta sebagai pembayaran tahap pertama, namun penyerahan tersebut ditolak oleh korban,” tambahnya.

Namun fakta ini, menurutnya, diakui oleh kedua belah pihak dan menjadi salah satu pertimbangan yang meringankan hukuman terdakwa.

Baca juga:

Setelah Diduga Dirundung Secara Sistematis: Dr. Basaria Melalui Kantor Hukum MAK Angkat Suara

Lebih lanjut, ia menegaskan bahwa putusan pidana tidak menghapus hak korban untuk menuntut ganti rugi secara perdata.

Oleh karena itu, ia mengatakan putusan majelis hakim telah mempertimbangkan aspek keadilan bagi kedua belah pihak.

Menanggapi permohonan penangguhan pemeriksaan perkara pidana yang diajukan kuasa hukum korban, ia menilai langkah tersebut tidak tepat. Ia merujuk pada PERMA No. 1 Tahun 1956, yang menyatakan bahwa pemeriksaan perkara pidana dapat ditangguhkan apabila terdapat keraguan mengenai suatu hak keperdataan yang harus diputus terlebih dahulu.

Namun, dalam Pasal 3 ditegaskan bahwa pemeriksaan perkara pidana tidak terikat pada putusan perkara perdata terkait ada atau tidaknya hak keperdataan tersebut.

Baca juga:
Penipuan Menggunakan Nama Wali Kota Ternate, Korban Gandeng Kantor Hukum MAK Tempuh Dua Jalur

Sementara itu, terkait ucapan selamat ulang tahun kepada terdakwa yang menjadi sorotan, kuasa hukum terdakwa menjelaskan bahwa hal tersebut terjadi secara spontan. Setelah pembacaan identitas terdakwa, diketahui bahwa hari pembacaan putusan bertepatan dengan tanggal dan bulan kelahiran terdakwa.

“Usai pembacaan putusan, JPU menyampaikan ucapan selamat ulang tahun, yang kemudian diikuti majelis hakim dengan pemberian nasihat agar peristiwa tersebut dijadikan pembelajaran dan tidak diulangi,” imbuhnya.

Menurutnya, hal tersebut masih dalam batas kewajaran dan tidak mengurangi substansi putusan. Ia menilai tudingan yang disampaikan kuasa hukum korban terlalu mendramatisasi situasi.

Ia juga menambahkan bahwa sistem pemidanaan di Indonesia menganut teori gabungan yang menitikberatkan pada pencegahan, pembinaan, dan rehabilitasi, bukan pembalasan.

Baca juga:
Diduga Ada Retensi Fiktif Rp2,1 Miliar, Proyek RS Pratama Fam Dofa Disorot Jaksa

Atas putusan tersebut, terdakwa menyatakan menerima putusan majelis hakim, sementara JPU menyatakan sikap pikir-pikir. Kuasa hukum terdakwa menyebut perbedaan sikap para pihak terhadap putusan pengadilan merupakan hal yang lazim dalam proses hukum.

 

(Abi/Red)

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *