Korban Penipuan Rp1,21 Miliar Tempuh Banding dan Laporkan Dugaan Pelanggaran Etik

Ternate, Intronusantara — Korban penipuan, Hj. Herlina Bustaman, mendatangi Kejaksaan Negeri Ternate dan Pengadilan Negeri Ternate, Rabu 17 Desember 2025, untuk menyampaikan protes atas jalannya proses peradilan perkara pidana penipuan senilai Rp1,21 miliar dengan terdakwa Hj. Mastura yang kini telah berstatus terpidana.

Korban didampingi kuasa hukumnya dari Kantor Advokat dan Konsultan Hukum Muhammad Abd Kadir dan Rekan. Mereka menilai proses persidangan Perkara Nomor 141/Pid.B/2025/PN.Tte telah mencederai rasa keadilan korban.

Menurut kuasa hukum korban, sidang yang digelar pada 16 Desember 2025 seharusnya beragendakan pembacaan pembelaan terdakwa (pleidoi). Namun, setelah pleidoi dibacakan, tahapan persidangan dinilai tidak berjalan sebagaimana mestinya.

Baca juga:
Kuasa Hukum Terdakwa Bantah Kekecewaan Korban atas Putusan PN Ternate

“Secara hukum acara, setelah pleidoi seharusnya ada replik dari Jaksa Penuntut Umum, kemudian duplik dari terdakwa, dan selanjutnya musyawarah majelis hakim. Semua tahapan ini penting, terlebih karena perkara ini melibatkan kerugian besar dan banyak pihak,” ujar Muhammad Abd Kadir, dalam rilisan resmi yang diterima media ini, Kamis (18/12/2025).

Ia menjelaskan, dalam perkara tersebut terdapat sejumlah pihak yang disebut-sebut oleh terpidana, mulai dari pejabat daerah, yayasan keagamaan, pemilik tanah, hingga pihak ketiga yang dipinjam uangnya oleh korban untuk memenuhi permintaan terpidana. Oleh karena itu, musyawarah hakim dinilai krusial untuk menggali fakta secara menyeluruh.

Namun, pihak korban menyesalkan karena pada sidang yang disebutnya berlangsung secara “dadakan” tersebut, agenda persidangan justru langsung dilanjutkan ke pembacaan putusan pengadilan.

Baca juga:
Ucapan Selamat Ulang Tahun Hakim dan JPU kepada Terdakwa Picu Kekecewaan Korban di PN Ternate

“Ini sangat mengejutkan dan mencederai rasa keadilan korban yang mengalami kerugian miliaran rupiah,” tegasnya.

Lebih lanjut, kuasa hukum korban menyebutkan bahwa sebelumnya Jaksa Penuntut Umum mengakui jadwal persidangan seharusnya berlangsung hingga akhir Januari 2026, bahkan bisa lebih lama apabila pendalaman perkara dilakukan secara serius. Namun dalam praktiknya, jadwal persidangan dinilai dipangkas, termasuk nilai kerugian yang semula Rp1,21 miliar menjadi Rp700 juta.

“Putusan dijatuhkan dalam sidang yang berlangsung kurang dari 20 menit. Bahkan pada hari yang sama, terdakwa langsung mendapat putusan pidana 10 bulan penjara,” kata Abd Kadir.

Ia menilai hukuman tersebut tidak sebanding dengan perbuatan terpidana. Pasalnya, Pasal 378 KUHP tentang penipuan memungkinkan ancaman pidana hingga empat tahun penjara, terlebih dengan modus yang disebut kompleks dan terencana.

Baca juga:
Kuasa Hukum Penggugat Penipuan Miliaran Rupiah, Tergugat Tak Hadir di Sidang Pengadilan

Pihak korban juga mengeluhkan sikap Jaksa Penuntut Umum yang dinilai tidak responsif. Menurut mereka, upaya korban untuk meminta penjelasan justru berujung pada perlakuan tidak menyenangkan saat mendatangi kantor kejaksaan.

Atas kondisi tersebut, korban menyatakan akan menempuh upaya hukum lanjutan dengan mengajukan banding. Selain itu, korban juga berencana melaporkan dugaan pelanggaran etik dan prosedur kepada Komisi Kejaksaan Republik Indonesia serta Badan Pengawas Mahkamah Agung.

Terkait pernyataan kuasa hukum terpidana di media, pihak korban menyayangkan sikap tersebut. Mereka menilai kuasa hukum terpidana tidak semestinya bertindak seolah-olah mewakili jaksa maupun pengadilan.

Baca juga:
Penipuan Menggunakan Nama Wali Kota Ternate, Korban Gandeng Kantor Hukum MAK Tempuh Dua Jalur

“Korban dan kuasa hukumnya mendatangi pengadilan dan kejaksaan, bukan kuasa hukum terpidana. Mengapa justru pihak kuasa hukum terpidana yang memberikan klarifikasi ke publik,” pungkasnya.

 

(Yuda/Red)

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *