Oleh: Ardina Abdullah | Kabid BP Komisariat KAMMI IAIN Ternate
Akhir-akhir ini, kasus pelecehan seksual sering terjadi dilingkungan kampus hingga terdengar ke ruang publik, itu kerap lamban dalam penanganan yang tidak signifikan.
Setiap adanya laporan masuk mengenai pelecehan seksual, kita selalu mendapatkan ruang hampa, seolah kasus tersebut tidak penting untuk dibahas atau nanti dibahas.
Ironisnya, lembaga pendidikan yang seharusnya menjadi ruang aman bagi setiap mahasiswanya, justru gagal dalam perlindungan. Bahkan, menariknya, ketika terjadinya pelecehan seksual dilingkungan kampus, pihak lembaga lebih sibuk mengurus dan menjaga nama baik institusi.
Baca juga:
Negara Harus Berpihak Kepada Kepentingan Rakyat
Sementara para mahasiswa yang menjadi korban atas pelecehan itu hingga menyebabkan pukulan psiklogis dan trauma, dibiarkan menanggung beban mereka sendiri.
Padahal, dalam menjaga nama baik kampus sama halnya menutupi kasus tersebut. Dengan demikian, lembaga seharusnya memastikan bahwa kampus memiliki mekanisme tegas dan berpihak pada keselamatan mahasiswanya.
Insiden ini ibarat seperti terjadi pada pemerintah, dimana regulasi dan poster-poster kampanye yang terpampang disetiap jalanan, tetapi implementasi justru tertinggal lebih jauh.
Selain itu, ada banyak laporan yang mandek ditengah jalan, entah kenapa? apakah karena birokraksi yang suka berbelit atau tidak memiliki keberanian untuk menindaklanjuti pelaku yang punya jabatan?
Baca juga:
Pertumbuhan Ekonomi dan Kemerosotan Citra Onco Sherly
Bahkan publik akan bertanya, apakah kekerasan seksual ingin diberantas atau hanya sekedar komitmen yang tertulis diatas kertas?
Olehnya itu, jika kampus dan pemerintah tidak segera memperbaiki mengenai mekanisme penanganan kekerasan seksual, maka normalisasi terhadap pelecehan seksual akan menjadi budaya – dan kita akan berada dalam kondisi dimana korban harus dituntut untuk kuat, sementara pelaku dibiarkan untuk tenang.
Kami membutuhkan sistem yang benar-benar bekerja, bukan sebuah janji manis atau kegiatan seremonial terkait anti kekerasan. Setiap laporan yang masuk harus diproses agar pelaku ditindak tegas dan korban diberi ruang yang aman untuk pemulihan tanpa adanya intimidasi.
Sebagai mahasiswa yang peduli pada isu kemanusiaan dan keselamatan ruang akademik, saya menyatakan sikap sebagai berikut:
Baca juga:
Kebodohan Ontologis Laki-Laki: Ketika Perempuan Dijadikan Objek Ekonomi dan Seksualitas
- Kampus harus bersikap tegas terhadap setiap bentuk pelecehan, tanpa pandang bulu, apalagi alasan untuk menjaga nama baik institusi.
- Pemerintah segera memperkuat penegakan hukum terkait kekerasan seksual agar kasus tersebut tidak dibaikan dengan alasan teknis maupun politis.
- Menolak segala bentuk pembungkaman terhadap korban.
- Mendorong terciptanya lingkungan kampus yang aman sesuai SOP penanganan kasus pelecehan seksual.
- Mengajak mahasiswa, civitas akademika, dan masyarakat untuk selalu menyuarakan kekerasan seksual.
Pernyataan tidak sekadar rangkaian kalimat, tetapi bentuk keresahan sekaligus tuntutan agar lembaga, baik kampus maupun pemerintah benar-benar hadir melindungi, bukan justru melanggengkan ketidakadilan lewat sikap pasif. (*)
