Maluku Utara, intronusantara – Polemik lambatnya pembangunan ruas jalan Payahe–Dehepodo kembali mencuat setelah Sekretaris Daerah (Sekda) Maluku Utara, Samsudin A. Kadir, memberikan penjelasan resmi dalam hearing terbuka bersama massa aksi yang dikoordinasi pemuda Oba Selatan, Kamis (4/12/2025).
Dalam pernyataannya, Sekda menjelaskan bahwa pemerintah provinsi sebenarnya telah merencanakan pembangunan ruas tersebut melalui skema Dana Alokasi Khusus (DAK) tahun 2025.
Namun, kata A. Kadir, rencana itu tertunda akibat kebijakan efisiensi anggaran oleh pemerintah pusat.
“Kami menyadari pembangunan sangat dibutuhkan masyarakat. Ruas Payahe–Dehepodo sudah kami masukkan anggarannya dalam DAK 2025. Namun, terjadi efisiensi DAK. Saya sudah konfirmasi dengan Kepala Bappeda dan Kadis PU, dan rencana pembangunan kembali diusulkan pada tahun 2026,” ujar Sekda dalam pertemuan tersebut.
Baca juga:
Aliansi Desak Pemprov Tuntaskan Ruas Jalan Payahe–Dehepodo
Sekda turut menjelaskan kondisi jalan daerah di Maluku Utara yang masih membutuhkan peningkatan kualitas.
“Jalan daerah kita sekitar 1.200 kilometer, dan jalan provinsi yang telah terbangun baru sekitar 500 kilometer. Sementara jalan nasional mencapai 1.200 kilometer dan sekitar 98 persen telah terselesaikan,” jelasnya.
Ia menambahkan bahwa pemerintah pusat kini fokus pada percepatan pembangunan jalan daerah melalui program Instruksi Presiden (Inpres) Jalan Daerah.
“Untuk jalan nasional sudah tidak lagi menjadi fokus pembangunan pusat. Karena itu, pemerintah mendorong percepatan jalan daerah melalui Inpres Jalan Daerah. Ruas Payahe–Dehepodo juga kami usulkan melalui skema tersebut. Kami berharap sebagian pembiayaan dapat ditopang APBD agar percepatan bisa dilakukan,” tambahnya.
Baca juga:
FS Trans–Kieraha Dinilai Penuh Kejanggalan, Mahasiswa Teknik Sipil Bongkar Kelemahan Studi Kelayakan
Sementara Koordinator lapangan aksi, Khairul Azam, menilai penjelasan Sekda sebagai bentuk transparansi, namun menegaskan bahwa masyarakat membutuhkan kepastian realisasi, bukan sekadar rencana.
“Kami menghargai penjelasan Sekda, tetapi masyarakat sudah terlalu lama menunggu. Setiap tahun ada janji pengusulan, sementara jalan tetap rusak dan membahayakan. Kami butuh kepastian, bukan wacana,” ujar Khairul.
Ia mengatakan aksi tersebut merupakan bentuk kekecewaan warga terhadap lambannya perhatian pemerintah terhadap wilayah Oba Selatan.
“Oba Selatan bagian dari Maluku Utara. Jangan hanya bagus dalam laporan, sementara masyarakat tetap kesulitan di lapangan. Ruas Payahe–Dehepodo ini urat nadi mobilitas warga. Kami meminta pemerintah mengawal pengusulan Inpres, mengawal APBD, dan memastikan 2026 bukan lagi tahun janji,” tegasnya.
Baca juga:
Keterlambatan BLT dan Proyek Desa Picu Desakan Evaluasi Pj Kades Kusubibi
Salah satu orator aksi, Mudasir Yudin, menilai persoalan jalan Payahe–Dehepodo berkaitan dengan rasa keadilan masyarakat.
“Ini bukan hanya soal ruas jalan. Ini menyangkut keadilan bagi Oba Selatan. Jika jalan nasional bisa selesai 98 persen, mengapa jalan daerah yang menjadi akses masyarakat justru dibiarkan rusak bertahun-tahun?” ujarnya dalam orasi.
Mudasir menegaskan masyarakat akan terus mengawal proses pembangunan hingga ada bukti nyata di lapangan.
“Kami akan turun lagi jika 2026 hanya menjadi alasan baru. Warga berhak atas infrastruktur yang layak. Jangan jadikan Oba Selatan sekadar angka dalam laporan pembangunan,” katanya.
Aksi tersebut menjadi sinyal bagi Pemerintah Provinsi Maluku Utara bahwa tuntutan masyarakat Oba Selatan semakin menguat.
Warga berharap pembangunan segera direalisasikan mengingat pentingnya ruas Payahe–Dehepodo bagi aktivitas ekonomi dan mobilitas sehari-hari.
(Ar/Red)
