“Kelulusan Tinggi Tak Jamin Mutu Merata, Akses Guru dan Infrastruktur Jadi Kunci Perbaikan.”
Pendidikan di Provinsi Maluku Utara (Malut) memperlihatkan dua sisi yang kontras. Di satu sisi, pemerintah daerah berhasil mencatatkan angka kelulusan (AK) yang tinggi pada jenjang SMA/SMK/SLB, mencapai lebih dari 98% pada tahun ajaran 2024/2025.
Namun di sisi lain, capaian tersebut belum sepenuhnya mencerminkan pemerataan mutu pendidikan dan masih menyisakan persoalan infrastruktur yang memprihatinkan, terutama di wilayah kepulauan dan pelosok.
Kondisi ini menunjukkan bahwa fokus kebijakan pendidikan di Maluku Utara perlu bergeser dari sekadar kuantitas kelulusan menuju peningkatan kualitas dan pemerataan pendidikan yang berkeadilan.
Baca Juga:
Akademik Bukan Arena Kekerasan, Melainkan Ruang Pertarungan Ide
Salah satu keberhasilan penting yang patut di apresiasi adalah tingginya tingkat kelulusan siswa di tingkat menengah. Capaian ini di dukung oleh kebijakan progresif Pemerintah Provinsi Malut yang telah menerapkan program âPendidikan Gratisâ bagi siswa SMA, SMK, dan SLB negeri.
Kebijakan tersebut mendapat sambutan positif dari masyarakat dan kalangan akademisi karena di nilai meringankan beban ekonomi keluarga serta memperluas akses pendidikan bagi seluruh lapisan masyarakat.
Selain itu, data ketenagakerjaan menunjukkan bahwa lulusan SMA masih mendominasi komposisi penduduk bekerja di Malut, yakni sekitar 206.960 orang, sementara lulusan Diploma dan Sarjana (D-IV/S1/S2/S3) hanya mencapai 93.747 orang (data 2024).
Baca Juga:
Obrolan di Ketinggian: SilaturaHMI dan Malam yang Tenang
Fakta ini menegaskan pentingnya dorongan bagi lulusan SMA untuk melanjutkan ke jenjang pendidikan tinggi agar kualitas SDM Maluku Utara dapat meningkat secara signifikan.
Meski angka kelulusan tinggi, terdapat sejumlah masalah mendasar yang perlu segera di atasi. Beberapa isu krusial tersebut meliputi:
1. Kualitas Sarana dan Prasarana Fisik yang Rendah
Masih banyak sekolah di wilayah kepulauan dan terpencil yang memiliki kondisi bangunan kurang layak. Minimnya fasilitas dasar seperti perpustakaan, laboratorium, dan sanitasi yang memadai turut menghambat terciptanya lingkungan belajar yang kondusif.
Baca Juga:
Kehidupan Kolektivisme Masyarakat Adat: Dari Komunal Primitif hingga Zaman Modern
2. Kualitas dan Kesejahteraan Guru
Guru menjadi faktor kunci dalam peningkatan mutu pendidikan. Namun di banyak daerah, guru masih menghadapi berbagai kendala: keterbatasan pelatihan profesional, rendahnya kesejahteraan, dan kesulitan memahami implementasi Kurikulum Merdeka.
Akses ke platform pengembangan profesional seperti PMM dan PINTAR juga masih terbatas di wilayah pelosok.
3. Kesenjangan Pendidikan Inklusif
Implementasi kebijakan Pendidikan Inklusif dan perlindungan anak belum merata. Banyak sekolah belum memiliki SOP dan pemahaman yang memadai terkait inklusivitas bagi peserta didik dengan kebutuhan khusus.
Baca Juga:
Membaca Ekopopulisme di Tanah Nikel
Untuk mentransformasi pendidikan di Maluku Utara secara berkelanjutan, di perlukan kebijakan yang berfokus pada tiga pilar utama: infrastruktur, kualitas guru, dan pemerataan akses.
1. Penguatan Infrastruktur Pendidikan Semesta
Implementasi: Pemerintah provinsi bersama kabupaten/kota perlu melakukan audit menyeluruh terhadap kondisi fisik sekolah, terutama SD dan SMP di wilayah terpencil serta kepulauan.
Pembangunan dan rehabilitasi ruang kelas, penyediaan fasilitas dasar (perpustakaan mini, sanitasi layak), serta akses internet guna mendukung pelaksanaan Asesmen Nasional (AN) dan pembelajaran digital.
2. Peningkatan Kompetensi dan Kesejahteraan Guru
Pemerintah perlu memperluas akses pelatihan berbasis teknologi dan memberikan insentif khusus bagi guru yang bertugas di daerah tertinggal dan kepulauan.
Baca Juga:
Pandangan Hans Kelsen tentang Hukum Konstitusi Sebagai Fondasi: Relasi Hukum Tata Negara, Hukum Administrasi Negara, dan Ilmu Politik
Program pengembangan profesional berkelanjutan harus menjadi prioritas agar guru mampu menerapkan pembelajaran berbasis kompetensi dan karakter.
3. Pemerataan Akses Pendidikan Inklusif dan Layanan Dasar
Setiap satuan pendidikan perlu memiliki SOP pendidikan inklusif, memastikan setiap anak, termasuk penyandang disabilitas mendapatkan hak belajar yang setara.
Baca Juga:
Menghina Butuh Literasi
Peningkatan kualitas pendidikan di Maluku Utara tidak bisa hanya diukur dari tingginya angka kelulusan. Diperlukan komitmen lintas sektor yang konsisten untuk memastikan bahwa dana pendidikan benar-benar tepat sasaran, dengan fokus pada penguatan fondasi belajar di ruang kelas.
Transformasi pendidikan sejati di mulai bukan dari angka statistik, melainkan dari kesempatan belajar yang merata dan bermutu bagi setiap anak Maluku Utara. (*)
