Pulau Nagamadoto Terputus, Ancaman Serius bagi Pulau-Pulau Kecil di Maluku Utara

Halmahera Selatan, Intronusantara – Pulau Nagamadoto yang terletak di Desa Mano, Kecamatan Obi Selatan, Kabupaten Halmahera Selatan, Maluku Utara, di kenal sebagai salah satu destinasi wisata favorit masyarakat lokal.

Pulau ini memiliki hamparan pasir putih, air laut jernih kehijauan, serta gugusan terumbu karang yang eksotis menjadikan pulau tersebut kerap di puji sebagai “permata kecil” di perairan Obi.

Sejak 2021 hingga 2025, ribuan warga dan wisatawan datang berlibur ke pulau ini. Mereka menggunakan pentura (longboat), spit boat, katinting, maupun perahu nelayan.

Baca Juga:

Membangun Gerakan dengan Membaca SWOT: Strategi Kesadaran Massa dalam Konteks Maluku Utara

Pulau yang juga akrab disebut masyarakat sebagai Pulau Dobu-dobu ini menjadi tempat melepas penat, baik bersama keluarga, sahabat, hingga para pekerja tambang nikel yang mencari ketenangan.

Keindahan Pulau Nagamadoto

Akses menuju Nagamadoto terbagi dua jalur. Jalur luar melalui Desa Mano menawarkan panorama pulau-pulau kecil berlatar langit biru cerah. Sedangkan jalur dalam, yang melewati Pulau Peti, Pulau Paniki, dan pulau-pulau kecil lainnya, memperlihatkan kekayaan alam yang memukau: burung kelelawar bergelantungan di pohon bakau, ikan-ikan berenang di laut sebening kaca, hingga terumbu karang yang menjulang ke permukaan.

Namun, keindahan itu kini terancam hilang. Pada 12 Agustus 2025, sebuah unggahan akun TikTok @welko3535 memperlihatkan kondisi Pulau Nagamadoto yang terputus.

Baca Juga:

Pulau Jiew: Gerbang Strategis di Bibir Samudera Pasifik

Informasi tersebut dikonfirmasi masyarakat setempat, salah satunya Dauf, anak pemilik kebun di pulau itu, pada 12 September 2025.

Menurut Dauf, setiap Juli–Agustus kawasan Obi Selatan memang dilanda musim ombak besar. Gelombang tinggi kerap mengikis daratan dan memicu abrasi pantai.

“Biasanya hamparan pasir putih berpindah posisi sesuai musim. Saat musim barat, pasir menumpuk di sisi utara, sedangkan musim selatan, pasir bergeser ke ujung selatan. Tapi sekarang pulau benar-benar terputus, keindahan itu hilang ditelan zaman,” ujarnya.

Amruzil, Ketua Ikatan Pelajar Mahasiswa Mano (IPMM), juga membenarkan kondisi tersebut. Saat berkunjung usai perayaan 17 Agustus, ia mendapati hamparan pasir putih yang dulu indah kini berubah menjadi genangan air laut selebar 70 meter, memisahkan Nagamadoto menjadi dua bagian.

“Dulunya hamparan pasir bercampur tanah dan pepohonan tumbuh di atasnya. Sekarang sudah hilang,” katanya, 13 September 2025.

Baca Juga:

Warga Adat Umiyal Bakar 5 Unit Rumah yang Dibangun Pemkab Raja Ampat di Pulau Sain

Faktor Penyebab Pulau Terbelah

Putusnya Pulau Nagamadoto diduga dipicu sejumlah faktor:

1. Pengambilan pasir oleh masyarakat untuk kebutuhan pembangunan.

2. Eksploitasi pohon di sepanjang pantai tanpa mempertimbangkan dampaknya.

3. Kenaikan permukaan laut akibat perubahan iklim yang mempercepat abrasi.

4. Gelombang besar berintensitas tinggi yang menghantam pesisir setiap tahun.

5. Kerusakan ekosistem terumbu karang dan lamun yang seharusnya menjadi peredam energi gelombang.

Suasana berlibur di Pulau Nagamadoto

Fenomena pulau terputus bukanlah peristiwa biasa. Pulau-pulau kecil di Indonesia memiliki ciri khas dan nilai ekologis yang tinggi. Kehilangannya berarti hilangnya identitas ekologis dan kultural suatu daerah.

 

Ancaman Pemanasan Global

Kasus Nagamadoto mencerminkan ancaman nyata pemanasan global terhadap keberlangsungan pulau-pulau kecil di Indonesia. Data Badan Informasi Geospasial (BIG) per Desember 2024 mencatat Indonesia memiliki 17.380 pulau, mayoritas berukuran kecil. Banyak di antaranya berisiko tenggelam akibat kenaikan muka laut.

Pemanasan global, yang dipicu pembakaran bahan bakar fosil dan deforestasi, meningkatkan suhu bumi dan mempercepat mencairnya es di kutub. Dampaknya, permukaan laut naik dan terumbu karang rusak. Padahal, terumbu karang berfungsi vital sebagai pelindung alami pantai dari abrasi. Jika ekosistem ini rusak, pengikisan pantai akan semakin cepat, memperbesar kemungkinan pulau-pulau kecil hilang.

Baca Juga:

Polemik Pulau Sain Kembali Mencuat, Pemda Papua Barat Daya Berkunjung ke Pulau Sain: Ada Apa?

Ancaman ini bahkan telah menjadi perhatian global. UNEP (United Nations Environment Programme) pada Hari Lingkungan Hidup Sedunia 2014 mengusung tema “Raise your voice, not the sea level” atau dalam bahasa Indonesia, “Satukan Langkah, Lindungi Ekosistem Pesisir dari Dampak Perubahan Iklim.”

Pulau Nagamadoto yang di kenal dengan keindahannya kini terputus akibat di duga pengambilan pasir untuk sebuha pembangunan

Pulau Nagamadoto adalah contoh nyata bagaimana perubahan iklim, ditambah aktivitas manusia yang tidak terkendali, dapat menghancurkan ekosistem pesisir. Jika tidak ada langkah mitigasi dan perlindungan serius, bukan hanya Nagamadoto, tapi banyak pulau kecil lainnya di Maluku Utara dan Indonesia berisiko menyusul tenggelam.

 

Di tulis Oleh: Supriman D. Siki

 

 

**) Ikuti berita terbaru intronusantara di WhatsApp klik link ini dan jangan lupa di follow.

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *