Oleh: M Safril Umar | Mahasiswa Hukum Tatanegara IAIN Ternate
Hans Kelsen merupakan salah satu pemikir hukum paling berpengaruh pada abad ke-20 melalui karyanya yang monumental,Reine Rechtslehre atau Pure Theory of Law.
Pemikirannya menawarkan paradigma baru untuk memurnikan kajian hukum dari pengaruh politik, moralitas, maupun sosiologi. Baginya, hukum harus dipahami secara otonom sebagai sistem norma, bukan sekadar refleksi dari nilai-nilai eksternal.
Selain itu, Kelsen juga menempatkan hukum konstitusi sebagai fondasi utama dalam keseluruhan sistem hukum dan ketatanegaraan. Sementara Reine Rechtslehre menyebutkan bahwa hukum merupakan tatanan normatif yang bersifat hierarkis.
Hukum sejatinya bukanlah sekadar fakta sosial atau moral, melainkan seperangkat aturan yang mengatur tentang apa yang seharusnya dilakukan (sollen), terlepas dari kenyataan empiris (sein). Namun, hukum harus dipelajari sebagai norma, bukan sebagai fenomena politik ataupun sosial. Pemurnian hukum dari dimensi eksternal inilah yang membuat teori Kelsen dikenal sebagai Teori Hukum Murni.
Baca Juga:
Warga Adat Umiyal Bakar 5 Unit Rumah yang Dibangun Pemkab Raja Ampat di Pulau Sain
Dalam kerangka teoritis Hans Kelsen yang memperkenalkan konsep Grundnorm atau norma dasar. Grundnorm adalah norma tertinggi yang memberikan legitimasi terhadap seluruh norma hukum yang berada di bawahnya. Grundnorm ini tidak diturunkan dari norma lain, melainkan diterima secara fundamental sebagai titik awal keberlakuan hukum.
Dari Grundnorm kemudian lahir konstitusi sebagai norma tertinggi yang sah, dan dari konstitusi mengalir validitas bagi undang-undang, peraturan pelaksana, hingga keputusan administratif. Hubungan ini digambarkan Kelsen sebagai Stufenbau des Recht atau tata susunan hukum berlapis, di mana setiap norma memperoleh keabsahannya dari norma yang lebih tinggi sampai akhirnya bermuara pada Grundnorm.
Dalam konteks hukum konstitusi, Kelsen menegaskan bahwa konstitusi adalah fondasi seluruh bangunan hukum. Konstitusi bukan hanya sekedar dokumen hukum biasa, tetapi merupakan sumber legitimasi yang menentukan sah atau tidaknya norma-norma lain. Hukum tata negara, hukum administrasi negara, dan dinamika politik memperoleh kerangka legalitasnya dari konstitusi. Dengan demikian, tanpa konstitusi sebagai Grundnorm, keseluruhan sistem hukum akan kehilangan dasar validitasnya.
Hubungan hukum konstitusi dan hukum tata negara dapat dijelaskan melalui hierarki norma yang ditawarkan Kelsen. Konstitusi memuat prinsip-prinsip dasar mengenai organisasi negara, struktur lembaga, dan pembagian kewenangan. Prinsip ini kemudian dijabarkan lebih konkret dalam hukum tata negara melalui berbagai aturan yang mengatur cara kerja lembaga-lembaga tersebut.
Baca Juga:
Warisan dan Orang Miskin
Hukum tata negara bukanlah sesuatu yang berdiri sendiri, melainkan ketergantungan pada legitimasi yang diberikan oleh hukum konstitusi. Apabila hukum tata negara bertentangan dengan konstitusi, maka norma tersebut kehilangan validitasnya. Maka hukum tata negara hanya sah sesuai dengan konstitusi sebagai Grundnorm.
Relasi antara hukum konstitusi dan hukum administrasi negara juga dapat dipahami melalui teori Kelsen. Setiap tindakan pemerintah yang berupa kebijakan maupun keputusan administratif, harus memiliki dasar pada norma hukum yang lebih tinggi.
Prinsip legalitas yang menjadi roh hukum administrasi negara pada merupakan dasar implementasi langsung dari hierarki norma Kelsen. Artinya, tindakan administratif yang tidak sesuai dengan undang-undang dan konstitusi dianggap tidak sah.
Konstitusi menjadi fondasi yang menjamin agar hukum administrasi negara selalu berjalan dalam kerangka legalitas. Di sini terlihat bahwa teori Kelsen menempatkan hukum konstitusi sebagai ukuran objektif bagi seluruh praktik pemerintahan.
Lebih jauh, hukum konstitusi dan ilmu politik juga mendapat perhatian dalam teori Kelsen. Meskipun ia menekankan pemisahan hukum dari politik dalam Teori Hukum Murni, Kelsen tetap mengakui bahwa hukum dan politik memiliki hubungan yang tidak dapat sepenuhnya dipisahkan.
Baca Juga:
Menerka Arah Kaderisasi: Konflik Internal KAMMI Pusat dan Ketakutan Komisariat
Konstitusi sebagai norma dasar memang bersifat yuridis, tetapi ia adalah produk dari proses politik yang kemudian dilembagakan. Politik berperan dalam memberi isi terhadap konstitusi, sementara hukum berfungsi memberikan bentuk dan kepastian atas hasil politik tersebut.
Kelsen menekankan bahwa hukum tidak boleh dicampur dengan politik dalam kajiannya, keberlakuan hukum tetap terkait dengan konteks politik yang melahirkannya. Dengan kata lain, hukum konstitusi merupakan titik temu antara norma yuridis dan realitas politik.
Pemikiran Hans Kelsen, dapat disimpulkan bahwa hukum konstitusi berfungsi sebagai fondasi utama yang menopang seluruh cabang hukum publik dan menjadi penghubung antara hukum dan politik. Hukum tata negara memperoleh dasar keberlakuannya dari hukum konstitusi, hukum administrasi negara yang menjadikan konstitusi sebagai legitimasi bagi prinsip legalitasnya.
Sementara itu, ilmu politik beroperasi dalam batas-batas yang ditentukan oleh konstitusi. Teori Kelsen melalui Reine Rechtslehre memberikan pemahaman bahwa keberadaan konstitusi sebagai Grundnorm bukan hanya dipentingkan secara normatif, tetapi juga menentukan keabsahan sistem hukum dan politik secara keseluruhan.
Baca Juga:
Ketiadaan PTUN di Maluku Utara dan Akses Masyarakat Terhadap Keadilan di Tengah Proyek Strategis Nasional
Hans Kelsen juga menegaskan bahwa hukum konstitusi adalah titik awal dan fondasi dari seluruh bangunan hukum dan ketatanegaraan. Konstitusi sebagai Grundnorm menjamin keberlakuan hukum tata negara, hukum administrasi negara memberikan kerangka legitimasi bagi praktik politik.
Dengan demikian, pandangan Kelsen dapat menunjukkan bahwa sebuah negara hukum tidak dapat berdiri tanpa menempatkan konstitusi sebagai norma tertinggi yang menjadi sumber validitas setiap tindakan hukum dan politik.
Oleh karena itu, dalam setiap dinamika ketatanegaraan, konstitusi harus selalu dipahami bukan hanya sebagai dokumen formal, melainkan sebagai fondasi normatif yang menjiwai keseluruhan sistem hukum dan pemerintahan. (*)
